Welcome to FRENDI FERNANDO (Majenang)Website ... monggo dinikmati...

Selasa, 20 September 2011

Peresmian Gedung MA Pesantren Pembangunan Majenang dan Studium general di STAIS Sufyan Tsauri Majenang mengenai 5 Pilar Pendidikan Islam

Minggu,24 Juli



Siang tadi, Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI, Prof. Dr. H. Moh. Ali, M.A. hadir di Cigaru, Majenang dalam rangka peresmian penggunaan gedung belajar Madrasah Aliyah Pesantren Pembangunan Cigaru, Majenang. Acara yang digelar di komplek Pesantren Pembangunan Cigaru Majenang itu berlangsung meriah dan dihadiri para pejabat dan tokoh masyarakat. Kepala Kanwil Kemenag Jateng, Drs. H. Imam Haromain Asy’ari, M.Si, Kepala Kemenag Cilcap, Drs. H. Muhtadin, M.Si dan para tamu undangan nampak hadir di tengah acara tersebut.

Selain meresmikan gedung MA Pesantren Pembangunan Cigaru, dirjen pendis itu mengisi studium general STAIS Sofyan Tsauri Majenang. Dalam paparannya, Prof Moh. Ali memaparkan 5 (lima) pilar pendidikan Islam di madrasah dan pesantren yang perlu dipahami oleh segenap guru, kyai dan pemangku pendidikan dibawah kemenag. Adapun lima pilar tersebut adalah :

Pertama, pendidikan islam —baik di madrasah maupun pesantren— harus mengembangkan nasionalisme. Pilar ini penting ditanamkan kepada generasi muda islam. Nasionalisme ini terutama berpijak kepada 4 hal yakni NKRI sebagai sesuatu yang final, UUD 1945, ideologi pancasila dan bhineka tunggal ika. Menurutnya ajaran islam telah mengajarkan bahwa cinta tanah air bagian dari ciri orang yang beriman.

Kedua, pendidikan islam harus mengembangkan Islam yang toleran. Hormat menghormati antar dan inter umat beragama perlu terus ditanamkan kepada masyarakat. “Saatnya lembaga pendidikan mengajarkan ajaran-ajaran Islam yang toleran, karena dalam islam diajarkan lakum dinukum waliyadin,” ujarnya dengan penuh semangat.

Ketiga, pendidikan islam harus mengajarkan islam moderat. Indonesia yang sangat majemuk dan sebagian besar bergama islam harus terus dipupuk islam yang moderat bukan ekstrem, tidak radikal, dan tidak liberal. “Tidak ada dalam kitab-kitab di pesantren ditemui aliran ekstrem radikal dan ektrem liberal, namun di tengah-tengah, ya moderat,” tegasnya.

Keempat, menghargai multikulturisme atau keragaman budaya, sesuai dengan tuntunan Al Quran. Beliau mengutip ayat, bahwa Allah SWT menciptakan manusia bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal.

Kelima, mengembangkan ajaran Islam yang inklusif. “Inklusif berarti kita menerima siapa pun untuk belajar islam. Masuk atau menerima siapa pun. Saatnya pesantren menerima siapa pun —termasuk nonmuslim untuk belajar islam,” ujarnya meyakinkan.

Ada hal yang menarik bahwa kedatangan dirjen pendis itu sempat terlambat dari jadwal semula karena pada pagi harinya —sekira pukul 07.00 WIB beliau masih berada di Mataram. Kehadiran beliau pun disambut dengan penuh antusias oleh panitia dan jama’ah setelah helikopter yang ditumpanginya mendarat dengan mulus di lapangan sepakbola Cigaru Majenang.